Senin, 23 November 2009

sepi . . . takutkah aku ?

Deddy Milano . . .

aku masih ingat saat pertama mengenal matamu,
ada bingkai nanar yang membius keliaran ku.
begitu segar di ingatanku akan teriakanmu,
bahasa pertamamu pun seperti ayat-ayat suci meneduhkan kebusukan ku,
kau memang istimewa,
tapi apakah pantas ?

kini, entah apa yang akan terjadi dengan diri kita
apakah berlebihan bila ku analogikan bahwa separuh kaki kita berada di atas jurang sekarang
seakan bisa saja besok pagi kita terpisah di lembah sana
mencari peta sendiri, tanpa lagi kebersamaan.
menikmati kesunyian dan kesuraman hati di tengah keramaian

benar katamu, tidak ada yang bisa kita selamatkan
rumah kita telah mejadi puing-puing lapuk
kosong tanpa ruh.
jendela hangat yang biasa kita seduh tiap pagi berdua
adalah fatamorgana...

mengapa kesendirian begitu menakutkan jiwaku ?
mengapa aku begitu merasa takut sekali ?
apakah aku terupa ?
padahal semua yang tercipta ini berawal dan akan berakhir dalam kesendirian.
namun entah mengapa,
kesendirian menjelma kesunyian kelam yang menjadi momok di pikiran kecilku.

Selasa, 17 November 2009

Renungan oh renungan ?


Melihat carut marutnya negeri ini
Menatap perihnya hidup di negeri ini
Melihat segala ketidakadilan di negeri ini
Menatap wajah-wajah lusuh tak bersemangat
Menatap wajah-wajah pongah dengan segala keserakahannya
Menatap anak-anak kecil berlarian di perempatan jalan
Bernyanyi riang dalam kepedihan, untuk kemudian
Menadahkan botol plastik bekas minuman
Berharap pada belas kasihan
Walau sekedar untuk uang recehan

Melihat dan menatap negeri ini
Terasa ada sesuatu yang hilang
Melihat dan menatap negeri ini
Terasa ada sesuatu yang sumbang

Melihat betapa kayanya negeri ini
Menatap betapa Tuhan telah bermurah hati pada negeri ini
Melihat betapa alam telah menyediakan semuanya bagi negeri
Terlihat jelas ada ketidakdilan dan keserakahan pada negeri ini

Menatap anak-anak negeri ini
Menjadi pengemis di negerinya sendiri
Menatap pemuda-pemudi negeri ini
Menjadi buruh-buruh miskin di negeri ini
Menatap petani-petani negeri
Menjadi sapi perah cukong-cukong asing dan pribumi
Melihat 200 juta lebih penduduk negeri ini
Berlumur peluh untuk sepiring nasi
Menatap negeri ini semakin hari semakin terasa
Betapa banyak yang harus kita benahi

Melihat pemimpin negeri ini
Berkotbah di depan televisi
Tapi jelas bukan untuk rakyat negeri ini
Melihat wakil-wakil rakyat di negeri ini
Saling hantam saling caci
Tapi jelas bukan untuk 200 juta penduduk negeri ini
Menatap orang-orang kaya di negeri ini
Berlomba unjuk kekayaannya
Dan sangat jelas itu bukan ditujukan bagi rakyat negeri ini
Agar semakin terasa perih hidup di negeri ini

Mencoba melupakanmu ...


Dulu ada kursi panjang disini. Persis di tempatmu menangis.
Ada sepasang burung dan kupu-kupu.
Kadang ada seorang lelaki duduk disini, menyanyi bersama sepi sunyi.
Dulu ketika kau pergi dan tak pernah kembali.

Di kursi ini juga kucium bibirmu pertama kali,
untuk kunci saat kau kembali.
Tapi kau tak pernah kembali, maka ketika ada seorang gadis
duduk dan mencium bibirku disini, diriku hanya diam mencoba menghapus
wajahmu dihati.

Daftar Blog Saya

Daftar Blog Saya

Welcome

MARI BERSAMA MENDUKUNG BATAM HIJAU DAN JADIKAN BATAM SEBAGAI KOTA WISATA

Make Our Town More Digitals

Let's beginning with digital, Batam's Digital Town, we need each other to work together in developing this technology, we need some cooperation between the elements of a good society and the government. . . Beginning now or not all ....

Penayangan bulan lalu

Followers

Mengenai Saya

Foto saya
i am cute and patient either, full of joke but serious too