Minggu, 20 Juni 2010

Mengerikan!!! Lihat Kecepatan Internet Di Jepang

Setelah melihat hasil test kecepatan Beberapa ISP (Internet Service Provider) di Jepang saya jamin pembaca sekalian akan melongo. Jepang memang dikenal dengan Internet Speed Acces yang tinggi dan bahkan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Alasan kenapa Jepang memiliki speed internet tinggi karena didukung jaringan kabel bawah laut yang luas serta dukungan fiber optic wire yang data cariernya jauh lebih bagus dibanding dengan kabel biasa.

Selain itu pengguna layanan provider tidak dikenakan biaya mahal. Perusahaan telekomunikasi Jepang, KDDI telah mengeluarkan jasa penyedia koneksi internet terbaru mereka yang diberi nama Hikari One Home Gigabit. Apa hebatnya mereka cuma memberikan kecepatan akses internet melalui kabel fiber sampai 1 Gbps (1000 Mbps).Untuk layanan secepat kilat itu, pengguna layanan hanya perlu membayar 5.560 Yen (sekitar Rp. 512.000) per bulannya. Tentunya hal ini dipastikan tidak akan sering putus nyambung seperti provider nasional.
Untuk home internet kecepatan 1 Gbps sangatlah luar biasa, bagaimana tidak dengan kecepatan seperti itu mendownload file 100 MB bisa ditempuh dalam waktu 1 menit saja. Bagi yang hobi download bisa dipastikan hardisk komputer bakal jebol dalam hitungan hari saja.

Tidaklah mengherankan apabila di negeri samurai itu memiliki kecepatan broadband akses yang luar biasa. Kebutuhan internet di jepang seperti kebutuhan makan dan minum saja. 75% penduduk jepang menggunakan internet dan ditujukan untuk bekerja. Berbeda dengan di Indonesia pengguna internet hanya mencapai 15% saja dari total penduduk.

sumber : http://amazing.okabasi.com

Bercermin Pada Khalid Bin Walid

Melakoni jalan hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak di pegunungan. Kadang menurun, suatu saat menanjak melampaui pucuk pohon tertinggi. Saat itulah, semua terlihat kecil. Bahkan, puncak gunung pun ada di telapak kaki. Berhati-hatilah, karena di balik gunung ada jurang.

Kurir Khalifah Umar Al-Khaththab agak heran dengan reaksi Khalid bin Walid. Selepas membaca surat khusus Khalifah, panglima perang Islam yang kesohor itu bicara pelan kepada sang kurir. “Jangan sampaikan pada siapa pun isi surat ini.” Dan kurir itu pun setuju.

Itulah pesan Khalid bin Walid sesaat setelah membaca surat penghentian jabatan panglima perang dirinya. Sama sekali, hal itu bukan lantaran ia menolak titah khalifah yang baru dilantik. Bukan pula karena khawatir kalau popularitasnya akan merosot. Ia cuma ingin menjaga agar semangat pasukan tetap prima. Dan kemenangan Perang Yarmuk yang sedang bergolak pun bisa diraih.

Popularitas Khalid dalam kemiliteran Islam saat itu, memang nyaris tak tertandingi. Ia memang sempurna di bidangnya: ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan kharismatik di tengah prajuritnya. Benar-benar idola yang pas buat mujahid Islam saat itu.

Keputusan Umar mengganti Khalid justru di saat puncak ketenaran bukan sebagai jegalan. Justru, Umar ingin menyelamatkan Khalid dari fanatisme yang berlebihan. Beliau pun khawatir kalau pasukan Islam mengalami pergeseran motivasi.

Menariknya, semua itu diterima Khalid dengan lapang dada. Dalam hitungan detik, ia bisa memahami maksud surat Umar itu. Ia tuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan ke penggantinya: Abu Ubaidah.

Itulah penggalan kisah seorang Khalid bin Walid. Pelajaran berharga buat mereka yang mengalami fitnah popularitas. Sekecil apa pun ketenaran, kalau tidak dibangun dengan pondasi yang kokoh, akan menjadi bencana besar. Setidaknya, buat kebaikan diri sang tokoh.

Kalau merujuk pada sosok Khalid bin Walid, ada beberapa bekal yang bisa diambil pelajaran. Pertama, ketokohan Khalid asli datang dari dalam. Bukan sekadar rekayasa media, bukan juga klaim sepihak. Itulah kelebihan khusus Khalid. Rasulullah saw. dan Khalifah Abu Bakar mengembangkan kelebihan itu pada saluran yang pas.

Kelebihan yang alami itulah yang menjadikan ketokohan Khalid tak terbantahkan. Bahkan, oleh musuh sekali pun. Seorang panglima Romawi, Georgius, pernah mengatakan, “Saya ingin sekali jawaban jujur dari Anda, Wahai Panglima. Apakah Tuhan menurunkan pedang dari langit kepada Nabi Anda dan pedang itu diserahkan khusus buat Anda?” Tentu saja, pertanyaan itu membuat Khalid bin Walid tersenyum.

Kedua, Khalid tidak terobsesi dengan ketokohannya. Ia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai bagian dari buah perjuangan. Hal itulah yang pernah diungkapkan Khalid mengomentari pergantiannya, “Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!” Jadi, di mana pun posisinya, selama masih bisa ikut berperang, stamina Khalid tetap prima. Itulah nilah ikhlas yang ingin dipegang seorang sahabat Rasul seperti Khalid bin Walid.

Rasulullah saw. mengatakan, “Siapa memurkakan Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhainya menjadi murka kepadanya. Namun, siapa meridhai Allah meskipun dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhainya dan meridhakan kepadanya orang yang pernah memurkainya. Allah memperindahnya, memperindah ucapan dan perbuatannya.” (HR. Aththabrani)

Ketika popularitas ada di tangan, sebenarnya seseorang sedang berada di puncak godaan. Persis seperti kuli bangunan yang berada di gedung tinggi. Kian tinggi posisinya, semakin besar tiupan angin. Dan kalau jatuh pun akan jauh lebih sakit.

Di antara godaan itu mengatakan, “Anda ini orang besar. Anda tahu apa yang Anda lakukan. Anda tak mungkin salah.” Pada saat yang bersamaan, kalau itu masuk dalam hati dan merembes menjadi sikap diri; orang menjadi ‘ujub. Ia merasa kalau dirinya memang besar. Tak ada yang layak mengatur dirinya. Termasuk, mungkin, oleh Allah swt. sendiri.

Itulah yang pernah diucapkan Iblis. “Saya lebih baik dari Adam. Aku dari api, dan dia dari tanah! Bagaimana mungkin mesti sujud padanya!” Itulah puncak kesalahan dari orang besar. Orang yang terjebak dalam kepopulerannya. Na’udzubillah!

Khalid bin Walid pun akhirnya dipanggil Allah swt. Umar bin Khaththab menangis. Bukan karena menyesal telah mengganti Khalid. Tapi, ia sedih karena tidak sempat mengembalikan jabatan Khalid sebelum akhirnya ‘Si Pedang Allah’ menempati posisi khusus di sisi Allah swt.

catatan dari : (Mochamad Bugi/dakwatuna)

Sumberv : http://semua-nyata.blogspot.com/2010/06/bercermin-pada-khalid-bin-walid.html

Cita-Cita Masyarakat yang Mengandung Nilai-Nilai Ilahiyah

Inilah cita-cita yang dibawa oleh para Rasul dan para penerus mereka. Tidaklah mereka diutus melainkan untuk menegakkan kalimat Tauhid dan membebaskan manusia dari thoghut.

Rasulullah SAW datang bukan membawa Pan-Arabic untuk melawan Imperium Roma dan Persia. Bukan pula membawa jargon marheinisme untuk menentang kaum borjuis. Semua itu hanya menimbulkan pemerintahan manusia (demokrasi) dimana manusia menjadi pembuat hukum.

Rasulullah SAW membawa panji Tauhid. Inilah sebabnya beliau ditentang oleh oleh para pemuka Quraisy pada awalnya. Tetapi ketahuilah, panji Tauhid inilah yang mengantarkan masyarakat Arab pada persatuan, sebab Tuhan mereka hanyalah Allah. Nilai-nilai Ilahiyah inilah yang mengantarkan bangsa Arab kepada kemajuan yang luar biasa.

Dengan aqidah Tauhid, bangsa Arab tidak lagi terkungkung oleh materi atau pun penguasa zholim. Para shahabat rela menyerahkan harta dan jiwa mereka demi pemerintahan Tuhan. Pemerintahan Tuhan itu kemudian terbit dari Madinatun Nabi sebagaimana sebelumnya pernah terbit bersama Musa. Dalam pemerintahan Tuhan, hukum yang digunakan adalah hukum dan perintah Tuhan. Adapun manusia hanyalah khalifah-Nya di muka bumi.

Berkatalah ia: “TUHAN datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di sebelah kanan-Nya tampak kepada mereka api yang menyala. [Ulangan 33:2]

Hai penduduk tanah Tema, keluarlah, bawalah air kepada orang yang haus, pergilah, sambutlah orang pelarian dengan roti! [Yesaya 21:14]

Di dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pada perang Uhud, ada seorang shahabat yang duduk beristirahat bersama Nabi sambil memakan kurma. Shahabat tersebut bertanya kepada Rasul SAW, “Wahai Rasulullah! Jika aku maju ke medan perang karena Allah. Lalu aku terbunuh, di manakah tempatku?” Rasul menjawab, “Syurga.” Maka shahabat tersebut maju ke medan perang dan terbunuh.

Shahabat tersebut meninggalkan kurma-kurma yang telah berada di tangannya demi menegakkan kalimat Laa ilaaha illallooh, untuk dapat segera berjumpa dengan Allah di surga. Ya, dia telah meninggalkan dunia yang sedikit ini demi kekasihnya yang abadi. Dia berkorban demi Allah, bukan demi demokrasi absurd atau pun materi.

Untuk mengubah masyarakat kepada kebaikan haqiqi itu dibutuhkan perubahan cita-cita, yaitu kepada tegaknya kalimat Tauhid. Barangsiapa yang berjuang untuk menegakkan dan meninggikan kalimat Tauhid, itulah dia yang berjuang di jalan Allah.

Dengan nilai-nilai Ilahiyah yang telah tertanam di hati itulah Sayyidina Abu Bakr sanggup menyerahkan seluruh hartanya di jalan Allah. Sayyidina Bilal bin Rabah pn rela mengalami siksaan demi mempertahankan kalimat Tauhid. Mereka adalah orang-orang yang telah terbebas dari kungkungan dunia dan thoghut. Keterbatasan materi dan kedudukan duniawi tidak menyebabkan mereka berpikiran picik. Nilai-nilai Tauhid telah memberi mereka energi luar biasa untuk berda’wah, mengajak manusia kepada Allah. Bahkan mereka adalah orang-orang yang tidak mengambil dunia ini kecuali sedikit saja. Maka tidaklah mungkin mereka tergolong orang-orang yang berjuang demi materi dan kedudukan.

Jika ummat Islam ingin berubah dan bangkit, maka tidak ada kata lain, kecuali mereka harus menanamkan nilai-nilai Ilahiyah dalam diri mereka, dan menularkannya. Perubahan itu akan terjadi bila pergerakan yang ada mengandung nilai-nilai Ilahiyah (kebenaran, keadilan, dan kesamaan harkat menurut hukum Tuhan), terkait dengan orang banyak, dan diperjuangkan bersama (berjama’ah/bersinergi).

Untuk mewujudkan perubahan itu diperlukan para da’i dan pendidik yang menanamkan nilai-nilai Ilahiyah. Sungguh, sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi banyak manusia. Dan itu bisa digapai oleh para da’i yang memberi dampak positif kepada masyarakat dengan membawa mereka kepada kebahagiaan haqiqi. Allah telah mengabadikan orang-orang seperti ini dalam Al-Qur`an dan juga dalam kitab-kitab tulisan manusia. Maka tercatatlah nama-nama mereka yang dalam kehidupannya harus berhadapan dengan pemerintahan thoghut, dan mengajak masyarakat yang materialis untuk kembali kepada nilai-nilai Ilahiyah.

Nabi Ibrahim yang berhadapan dengan Namrudz. Nabi Luth yang menghadapi penyembah seks. Nabi Musa yang menghadapi Firaun (thoghut), Hamman (penyembah kedudukan), dan Qorun (materialis). Nabi Muhammad yang menghadapi kaum musyrikin dan pemuka-pemuka mereka, baik yang di Arab, Persia, maupun Romawi. Mereka semua adalah para penyeru kepada Tauhid yang berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku! Sembahlah Allah yang tiada sembahan bagi kamu melainkan Dia.” (Lihat QS. Al-A’raf: 59,65,73,85; Hud: 50,61,84)

Katakanlah (Muhammad): “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. [QS. Al-A’raf (7): 158]

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” [An-Nahl (16):36]

Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” [Al-Maidah (5):72]

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! [Ulangan 6:4]

Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. [Markus 12:29]

Para Nabi telah memobilisasi masyarakat untuk mewujudkan cita-cita luhur, menempatkan kalimat Laa ilaaha illallooh di tempat yang tertinggi. Tidak akan berubah ummat ini dari kesengsaraan dan keterpurukan hingga mereka mau mengubah cita-cita mereka kepada penegakan kalimat Laa ilaaha illallooh. Dan tidak akan hilang ni’mat yang ada pada ummat ini hingga mereka meninggalkan nilai-nilai Ilahiyah.

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. [QS. Ar-Ra’d (13): 11]

Akhil karim! Kita adalah agen perubahan. Tegakkan kalimat Tauhid di hati kita, maka tegaklah kalimat Tauhid di muka bumi!

sumber : http://manhaj-salaf.net46.net/nilai-nilai-ilahiyah/

Wallahu a’lam.

Daftar Blog Saya

Daftar Blog Saya

Welcome

MARI BERSAMA MENDUKUNG BATAM HIJAU DAN JADIKAN BATAM SEBAGAI KOTA WISATA

Make Our Town More Digitals

Let's beginning with digital, Batam's Digital Town, we need each other to work together in developing this technology, we need some cooperation between the elements of a good society and the government. . . Beginning now or not all ....

Penayangan bulan lalu

Followers

Mengenai Saya

Foto saya
i am cute and patient either, full of joke but serious too